“ Ibu akan cubit ya kalau kamu masih main dan tidak segera
mandi !” kalimat inilah yang kerap terdengar apabila seorang ibu merasa gemas
melihat
perilaku anak yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kalimat cubit, pukul, atau hukuman lain menjadi ancaman yang terkadang dirasakan orang tua cukup ampuh untuk mengendalikan perilaku anak.
perilaku anak yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kalimat cubit, pukul, atau hukuman lain menjadi ancaman yang terkadang dirasakan orang tua cukup ampuh untuk mengendalikan perilaku anak.
menghukum anak, baik itu dengan memukul, mengurung,
mencubit, atau mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas seperti menghina anak,
tampaknya terlihat sangat efektif bagi sebagian orang tua. Dengan adanya
perilaku seperti ini, orang tua berharap dapat mengendalikan dan mengontrol
perilaku anak dalam sekejap. Namun para pakar sependapat bahwa cara-cara
seperti ini tidaklah efektif jika kita ingin menegakkan disiplin yang langgeng atau
konsisten bagi anak.
Para pakar psikologi dan pendidikan mengatakan bahwa orang
tua yang cenderung menghukum anaknya dengan cara fisik atau mengeluarkan kata-kata
menghina diibaratkan sebagai orang tua yang sudah mengalami kebuntuan cara atau
kehabisan akal dalam mendisiplinkan anaknya. Seorang pakar pendidikan Becky A
Bailey,PhD menjelaskan dalam sebuah bukunya bahwa orang tua yang menghukum anak
dengan kata kata kasar atau ancaman dan kekerasan fisik tidak akan membuahkan hasil
kedisiplinan anak, melainkan anak hanya akan patuh sesaat yang disebabkan
karena mereka takut akan ancaman dari orang tuanya.
Efek samping ketakutan pada anak akan berpengaruh sangat
tidak baik bagi perkembangan psikologi anak kedepannya, anak akan frustasi
karena melihat pemaksaan kehendak yang dilakukan orangtuanya. Dan tentu saja
ini adalah bukan yang diinginkan orang tua, karena tujuan utama orang tua sebenarnya
adalah mendisiplinkan anak . Dan ada lagi kabar buruknya, anak akan terbiasa
dengan hukuman dan perkataan hinaan yang kerap diucapkan orang tua, alih-alih
anak akan menuruti dan menerapkan kedisiplinan, anak justru akan kebal dan
tidak lagi memperdulikan hukuman dari orang tuanya. Waduh.
Orang tua memberi
teladan terlebih dahulu.
Ada sebuah buku pendidikan anak yang cukup menarik untuk
dibaca para orang tua, “Pendidkan Anak yang Islami” karya DR Abdullah Nashih
Ulwan, yang menjelaskan bahwa terdapat lima tahap penting dalam memberikan
pengaruh yang efektif bagi anak yaitu yang pertama pendidikan anak dengan
keteladanan, kemudian adab, dilanjutkan dengan nasihat, perhatian, baru yang
terakhir hukuman. Jadi memang metode dengan hukuman tidaklah dihilangkan, namun
metode hukuman adalah salah satu cara yang ditempuh setelah kita melewati 4
tahap panjang sebelumnya yaitu keteladanan, adab, nasihat dan perhatian, dan
ini bukanlah proses yang singkat namun sebuah perjalanan panjang yang harus
diupayakan orang tua sebelum memberikan sebuah hukuman bagi anaknya.
Raulullah telah memberikan contoh yang tepat mengenai hal
ini, yaitu mengenai keteladan orang tua dalam shalat lima waktu. Sebuah hadits Rasulullah
SAW yang diriwayatkan oleh Abu daud “Apabila seorang anak telah dapat
membedakan tangan kanan dan tangan kiri, maka ajarkanlah ia shalat”. Tentu bagi
Anda yang pernah memilki seorang anak balita faham bahwa ketika berumur sekitar
3 atau 4 tahun seorang anak sudah dapat membedakan yang mana tangan kanan dan
tangan kiri, nah saat itulah seorang anak mulai bisa diajarkan untuk shalat. Namun
tentu saja kita harus memberikan teladan terlebih dahulu dalam kedisiplinan
mengerjakan shalat lima waktu, barulah kemudian kita bisa mengharapkan anak
juga berdisiplin dalam mengerjakan shalat lima waktu.
Jika anak telah terbiasa diajarkan untuk shalat lima waktu
sejak usia tiga tahun, baru kemudian ada penegasan dalam menegakkan shalat ketika
anak berusia dan 7 tahun dan pada usia 10 tahun, untuk menunjukan betapa
pentingnya menegakkan shalat, orang tua baru boleh menghadirkan hukuman dalam bentuk pukulan yang mendidik (pukulan
sayang yang tidak menyakiti fisiknya) jika dalam usia ini anak tidak mau
shalat. Jadi jelas terlihat bahwa hukuam baru ada setelah melalui proses
panjang, sehingga kedisiplinan yang diharapkan terbentuk adalah kedisiplinan
yang langgeng dan konsisten.
Proses pendisiplinan sebelum diadakan sebuah hukuman dapat
diisi dengan menerpakan kebiasaan yang diinginkan, selalu memberikan nasihat
yang dibungkus dengan cerita menarik bagi anak, sehingga perilaku positif yang
diharapkan akan terbentuk, bukan kepatuhan instan dan sesaat akibat ketakutan
anak akan hukuman. Memang menerapkan hal semacam ini tidak semudah membelikan
telapak tangan, tapi dibutukan pengendalian emosi dari orang tua.
Waktu yang tepat
dalam memberikan hukuman.
Jika orang tua telah melalui tahap hingga sampai pada proses
memberikan hukuman, maka hukuman tersebut harus memperhatikan beberapa hal agar
perilaku postif yang diharapkan dapat terbentuk.
Yang pertama, dalam hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan
oleh Bukhari “Hendaklah kamu bersikap lemah lembut dan berkasih sayang,
hindarilah sifat keras dan keji”. Jelas ini adalah tuntuan yang gamblang bagi
setiap orang tua yang ingin menerapkan hukuman bagi anak, yaitu upayakan mengedepankan
sikap lemah lembut dan berkasih sayang serta menghindari sikap yang keji.
Kedua, hukuman diberikan dalam tahapan yang paling ringan
dan seterusnya. Misalnya jika anak melakukan hal yang kurang baik, pertama
tunjukan dan jelaskan dahulu perilaku negatifnya tersebut, karena bisa jadi si
anak tidak menyadari bahwa perilaku tersebut adalah perilaku yang negatif. jika
tahap ini belum memperbaiki sikap anak, maka orang tua dapat menunjukan
kesalahannya dengan nada kecaman disertai penekanan pada kalimat. Hukuman baru
diberikan pada tahap akhir. Banyak hal positif jika orang tua melakukan tahapan
ini, karena bisa jadi ditahap pertama, tanpa adanya hukuman, anak sudah
menunjukan sikap positif seperti yang kita harapkan, sehingga hukuman tidak
perlu dilakukan.
ketiga, jika memang kita harus melakukan hukuman dengan
pemukulan, orang tua yang melakukannya TIDAK BOLEH dalam keadaan marah, karena
tentu saja hal ini akan membahayakan bagi si anak. Rasulullah pun sudah
memberikan tuntuannya dalam memberikan hukuman berbentuk pukulan, yaitu
pemukulan tidak boleh dibagian tubuh yang sensitif seperti kepala, muka, dada
ataupun perut.
keempat, hukuman dalam bentuk pemukulan tidak boleh
menyakitkan bagi anak. Pukulan tersebut haruslah pukulan yang tidak keras dan
hanya satu sampai tiga kali saja.
keenam, apbila kesalahan yang dilakukan anak adalah
kesalahannya yang pertama, maka berilah ruang dan kesempatan terlebih dahulu
bagi anak untuk meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya.
ketujuh, dan yang paling sering dilupakan orang tua yaitu
berikanlah hukuman ketika anak sendiri, jangan didepan orang lain.
Kedelapan, tidak terus menerus membahas dan membicarakan
kesalahan anak terutama didepan orang lain. Karena hal ini akan membuat anak
merasa malu dan terhina.
Demikian panjangnya tahapan yang harus dilalui orang tua
sebelum memutuskan untuk memberikan sebuah hukuman. Dan proses hukuman bagi
anak sebenarnya tidaklah perlu jika pada tahapan sebelumnya anak sudah
menunjukan sikapnya yang postif. Dan yang harus diingat orang tua jika memang
perlu memberikan hukuman adalah hukuman tersebut haruslah dapat membentuk
perilaku positif anak, bukannya pelampiasan emosi dan kekesalan orang tua.
Semoga bermanfaat :)
Baca juga artikel: Manajemen Waktu Manajeman Kehidupan (Bagian 3)
0 komentar:
Posting Komentar