Akhirat adalah
kampung halaman manusia satu satunya sesudah ia pensiun dari kerja dunia. Maka
menyiapkan bekal yang cukup juga merupakan satu satunya cara untuk hidup
sejahtera di negeri abadi.
Banyak perumpamaan
kita ketahui soal dunia dan akhirat, dunia sebagai ladang akhirat, dunia bagaikan
tempat persinggahan seorang musafir sebelum melanjutkan jalan menuju akhirat. Setiap
kita menyadari bahwa dunia adalah fana dan akhirat adalah kekal.
Logisnya,
pengetahuan ini membawa kesadaran manusia dan berujung pada seriusan dan upaya sungguh
sungguh menyiapkan sebanyak banyaknya bekal menuju keabadian tanpa mengabaikan
dunia, sebagaimana Allah menyatakan dalam surat al Qashas ayat 77 : dan carilah
( pahala ) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepada mu. Tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah ( kepada orang
lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat
kerusakan.
Apa yang
bisa kita siapkan sebagai bekal hidup sejahtera di akhirat kelak ?
“ sebaik
baiknya bekal adalah taqwa “ ungkap ustad ahmad kusyairi menyitir firman Allah Al-Quran
surat Al-Baqarah : 197
Bekal taqwa
Ketakwaan
sering disederhanakan sebagai kata takut, atau dalam perkataan lain dijabarkan
sebagai : selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Menjadikan
perintah dan larangan Allah sebagai rambu rambu dalam menjalani kehidupan akan
membawa manusia pada kondisi paling ideal, sebab Allah lah pencipta, penguasa,
pengatur dan pendidik manusia. Menumbuhkan dan menjaga diri dalam aturan Allah
ini akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Betapa tidak, Allah menjanjikan
bagi orang yang bertaqwa kemuliaan, kemudahan urusan di dunia, jalan keluar
atas masalah, bahkan pengampunan dosa.
Persoalannya
kemudian bagaimana caranya agar setiap diri bisa mencapai derajat taqwa ini ?
Dan kalaupun seseorang sudah bisa membingkai hidupnya dalam rambu rambu Illahi,
bagaimana pula caranya menjadi seseorang yang bisa menjaga ketakwaannya agar
tidak luntur seiring dengan potensi iman yang bisa naik dan turun.
Pintu pintu
kebaikan dalam islam memang sangat banyak dan beragam mulai dari perkara ‘remeh’
semacam memberi senyum pada sesama muslim, menyingkirkan duri dari jalan,
hingga perkara ‘besar’ seperti melaksanakan haji, dan jihad fii sabilillah.
Namun,
jangan terjebak pada ukuran kuantitas amalan. Sebab, jumlah amal yang banyak
tidak menjamin nilai ibadahnya “ berat “ di sisi Allah. Tengok saja hadis nabi
yang bicara soal kaitan puasa dengan keimanan, di mana Rasulullah telah mewanti
wanti kita semua bahwa banyak orang berpuasa namun tidak mendapatkan apa apa
kecuali lapar dan haus.
Tingkatkan kualitas dan kuantitas
Yang pertama
bisa dilakukan misalnya, senantiasa memperbaiki niat dalam aktivitas kehidupan.
Sebab niat merupakan landasan utama yang akan membawa amal pada tujuan. Bila tujuan
kita adalah meraih keridhoan dan pahala dari Allah, maka amal apapun tentu
harus di program dengan niat mencari keridhaan dan pahala Allah.
Jangan pula
yakin aman bila sudah menyiapkan satu aktivitas untuk menggapai keridhaan Allah.
Sebab, dalam perjalanan amal sebaik apapun, kemunculan tarikan tparikan dunia
yang menarik hati atau fitnah fitnah dunia yang menyempitkan dada selalu ada. Karena
itu mengevaluasi diri ( muhasabah ) dan memperbaiki niat harus terus dijadikan
bagian dalam rutinitas kehidupan.
Hal
kedua yang dapat dilakukan untuk menjaga ketakwaan adalah dengan memperbanyak
ibadah kepada Allah. Lingkup ibadah amat luas areanya, baik berwujud ibadah
ritual yang memiliki aturan aturan khusus seperti shalat, puasa, haji, hingga
ibadah umum yang meliputi semua pekerjaan dunia yang diniatkan karena Allah dan
dilakukan dengan cara yang diridhoi Allah. Belajar, mencari nafkah, mengasuh
anak, bahkan berhubungan suami istri pun dapat bernilai ibadah di sisi Allah
dengan dua syarat tadi.
Jangan pula
lupa untuk selalu menjaga diri berakhlak islami. Sebab, akhlak islami akan
memagari diri dari kecenderungan mengikuti hawa nafsu atau keinginan berbuat
maksiat. Beragam arahan akhlak islam tertera di dalam Al Quran dan permodelan
lewat perilaku nabi. Mengucap salam sebelum memasuki rumah, santun dan berbakti
pada orang tua, peduli pada tetangga hanya sebagian kecil ahlak islami yang
bernilai berat di sisi Allah.
Yang kemudian
tak kalah penting untuk diperhatikan, janganlah bermimpi akan meningkatkan atau
mempertahankan ketaqwaan bila kita justru alergi bergaul dengan orang orang
soleh. Tentu saja memilih bergaul dengan orang orang sholeh ini tak berarti
mengasingkan diri dari lingkup sosial. Bahkan, menebar manfaat sebanyak banyak
orang dan meluaskan dakwah ke tengah masyarakat, menjadi pilihan setiap muslim.
Memilih bergaul
akrab, dan bersahabat dengan orang orang saleh berarti menjaga lingkungan kita
untuk selalu mendukung nilai nilai kebaikan, menjamin adanya saudara yang siap
menegur disaat salah, dan menguatkan disaat lemah. Dan tentu saja, sebagaimana
rasul mengisyaratkan bahwa berkawan dengan pembuat minyak wangi akan tertular
wangi pula dan berkawan dengan pandai besi akan tertular panasnya, ini berarti
bergaul dengan orang saleh pun bisa membawa diri kita terbiasa melakukan kesalehan
pula bukan ?
0 komentar:
Posting Komentar