Berbagi tulisan bermanfaat yang pernah ku baca

Ramadhan Bukan Beban

Ramadhan Bukan Beban


Menahan lapar, haus dan syahwat selama sebulan penuh, bagi sebagian kamu akan menjadi
beban yang menyiksa. Jikajkita Ikhlas menjalankannya, siksaan itu terasa indah den pasti
menjadi berkah serta limpahan pahala
“DUA puluh sembilan hari lagi lebaran euy”!
Demikian bunyi Short Message Service (SMS) di Hape Ila (25), salah seorang mahasiswi AMIK diBekasi, Jawa Barat. SMS itu berasal dari lin, adiknya di kampung yang duduk di kelas dua sebuah SMU Negeri. Ila tersenyum dan menggeleng- gelengkan kepala tanda gak habis pikir.

“Sekilas isi SMS itu hanya bernada becanda. Tapi aku tahu maksudnya. Adikku kan doyan makan, puasa tentu akan menyiksanya", jelas Ila ketika eL-Ka coba menanyakan arti senyum setelah membaca isi SMSnya barusan. Lain lagi pengakuan Firman (31) yang bekerja sebagai kurir di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Tiap hari tugasnya muter- muter kawasan JABODETABEK yang terkenal terik di musim kemarau. Keringnya kerongkongan di tengah kemacetan lalu lintas yang ia lewati, ditambah jajanan minuman ringan yang berjejer di sepanjang jalan, menjadi tantangan tersendiri baginya dalam menjalankan ibadah puasa.
“Jelas godaan untuk berbuka sebelum waktunya selalu ada”, terangnya. Teman-teman seprofesinya banyak yang gak berpuasa. Alasan mereka bermacam-macam. Mulai dari tuntutan pekerjaan, ampe gak ada niatan puasa sebulan, istilah populernya puasa BEDUK (puasa di hari pertama ama terakhir aja-red).

Pemandangan lain terkadang membuat kita tersenyum sekaligus prihatin. Melihat para pemuda berbadan kekar penuh tatoan dan Muslim pula, di angkutan umum misalnya, gak malu nenggak minuman dingin sejenis soft drink di tengah terik matahari bulan Ramadhan. Alasannya gak kuat lama-lama nahan aus. Masya Allah!
Kasus lain menimpa Epul (27), (bukan nama sebenarnya). Profesinya sebagai supir pribadi, menjadikan shalatnya bolong-bolong. Alasannya karena gak ada waktu luang. Padahal ia mengaku selalu tuntas berpuasa sebulan.

Padahal Allah menegaskan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa(QS al-Baqarah: 183). Pendek kata, kalau kita masih mengaku sebagai manusia yang beriman, maka berpuasa menjadi wajib hukumnya. Dalam ayat lain Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ” (QS al-Baqarah: 286). Masih gak percaya dengan janji Allah?

Puasa bagi sebagian orang, jelas akan menjadi beban. Menahan lapar dan haus mulai imsak sampai Maghrib, akan menjadi siksaan bagi pelakunya seperti kasus teman kita di atas. Puasa yang benar dan bernilai di sisi Allah, tidak saja harus kuat menahan godaan makan, minum dan syahwat. Lebih dari itu, kita harus mampu menjaga hawa nafsu syaithan yang menjerumuskan.

Kita gak inginkan cape-cape berpuasa tapi gak dapat pahala?
Rugi bangeet. Kata hadits, “Berapa banyak orang berpuasa, tidak mendapatkan sesuatu pun dari puasanya kecuali lapar dan haus. Berapa banyak orang yang shalat malam, tidak mendapatkan sesuatu pun dari shalatnya melainkan hanya bergadang,” (HR Ibnu Majah).
Lalu, gimana seharusnya agar puasa gak jadi beban tapi justru dapet limpahan pahala?
Pertama, ikhlas karena Allah.
Coba deh kamu perhatiin di negara kita, Indonesia. Kalau masuk bulan Ramadhan, masjid menjadi semarak, jamaah membeludak, artis-artis rame-rame bertaubat. Media cetak dan elektronik pun berbenah agar acara dan isinya sesuai dengan nuansa Ramadhan.
Lewat dari Ramadhan, semuanya kembali seperti semula. Masjid kembali sepi, artis balik lagi ke wujud aslinya. Pakaian Muslim dan Muslimah yang ia kenakan selama mengisi acara Ramadhan, ditanggalkan. Media cetak dan elektronik gak lagi ngangkat tema- tema keagamaan. Ruh Ramadhan seperti sirna sepeninggalnya. Itu terjadi karena kita tidak ikhlas menjalankan Ibadah Ramadhan. Sehingga Ramadhan tak menyentuh hatinya untuk berbuat kebaikan. Apa pun pekerjaan yang didasari ikhlas, niscaya takkan menjadi beban.
Kedua, ingin masuk golongan orang beriman. Kalau kita merasa beriman, niscaya seruan shaum kita laksanakan sebagai panggilan langsung dari Allah. Gak memenuhi seruan-Nya, berarti siap keluar dari golongan orang beriman. Mau?

Ketiga, memandang Ramadhan sebagai bulan untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas ubudiyah (ibadah) dan meraih derajat tertinggi di sisi Allah SWT. Jadi, jadikan momentum Ramadhan ini sebagai sarana untuk memacu berbuat kebaikan dan bukan beban.

Keempat, Ramadhan bulan tarbiyah (pembelajaran). Sejak dini kita dilatih berpuasa oleh orang tua. Bahkan, sebelum Ramadhan kita disunnahkan shaum Rajab dan Sya'ban. Tujuannya agar badan kita terbiasa dan berimbas di bulan Ramadhan. Ingat, hanya sebulan kita berpuasa. Tapi pada nyadar.
gak sehf Berapa banyak kawan kamu yang seiman, hidup kekurangan dan menyebabkan ia puasa karena tak ada apapun yang bisa dimakan? Berapa lama mereka menderita? Selama kamukah deritanya?

Kelima, sabar. Ramadhan adalah bulan ujian. Kita dituntut untuk berbuat sabar dalam segala hai. Kita harus yakin, bisa lulus dalam ujian ini.

Keenam, tawakal dan berdoa. Serahkan segala urusan hanya kepada Allah. Dia pasti akan menolong setiap hamba-hamba-Nya yang taat terhadap perintah-Nya.
Gak ada cerita orang meninggal karena berpuasa. Sering kita dengar, banyak orang sakit menjadi sembuh ketika berpuasa. Alat pencernaan butuh istirahat setelah sebelas bulan bekerja. Berikan haknya agar kesehatan tubuh tetap terjaga. Jangan lupa berdoa agar puasa bisa berkah dan tak lewat percuma.

Semoga, kebersamaan kita dengan bulan Ramadhan dan menjalankan ibadah selama sebulan, tak menjadi beban. Ramadhan justru menjadi sesuatu yang bernilai dan berarti. Paling tidak ada hasil berupa perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Keinginan itu lahir dari lubuk hati yang ikhlas, didasari iman dan takwa dengan mengharap ridha dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Wallahu ‘alam





0 komentar:

Posting Komentar

Ramadhan Bukan Beban