Melalui berbagai penelitian, banyak psikolog membuktikan
bahwa anak sulung sering mampu mencapai puncak tangga karir dibandingkan dengan
adik-adiknya. Anak-anak sulung merajai segala bidang: seni budaya, politik dan
dunia dagang. Lebih dari separuh tokoh-tokoh cemerlang yang diselidiki ternyata
anak sulung atau anak tunggal.
Para ahli telah menemukan bahwa urutan anak dalam
keluarga cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadiannya.
Anak sulung diduga akan mempunyai motivasi berprestasi
yang tinggi karena mereka mendapat perhatian yang berlimpah, rangsangan yang
langsung dari orang tua, dan berbagai fasilitas sebagai anggota kecil yang
pertama dalam keluarga. Ini semua merupakan modal yang amat besar bagi
pembentukan kepribadiannya pada masa yang akan datang.
Lucille Forer, seorang ahli psikologi menyatakan bahwa seorang anak sulung
bersungguh-sungguh dan teliti dalam menghadapi berbagai tugas. Hal ini karena
mereka menyerap norma-norma serta nilai langsung dari orang tuanya sejak mereka
kecil. Mereka selalu mendapat tekanan dari orang tua agar menjadi contoh yang
baik bagi adik-adiknya sehingga mempengaruhi penampilannya pula dalam
menghadapi segala hal yang ada kaitannya dengan norma dan aturan.
Walaupun penelitian menunjukkan tidak ada atau kecilnya
korelasi antara urutan kelahiran dengan kecerdasan, banyak anak sulung yang
menunjukkan nilai lebih tinggi dalam tes kecerdasan dan mempunyai kemampuan
membaca lebih dini.
Karena anak sulung senantiasa berusaha mengejar prestasi,
maka, sering kali mereka tampak kaku dan kurang atraktif dalam pergaulan
sosial. Hal ini berbeda dengan anak kedua yang biasanya lebih diterima dalam
pergaulan sosialnysr.
Sebelum adiknya lahir,
biasanya anak sulung memiliki peluang dua atau tiga tahun sebelum ia memperoleh
saingan. Selama itu ia memono-
poli kasih sayang dan
perhatian penuh dari orang tuanya. Dan tentu saja ia telah menumpuk segudang
pengalaman hidup, ia telah belajar berjalan dan mungkin sudah fasih berbicara.
Sementara itu orang tua sudah dapat mempercayainya dan memberi tanggung jawab
tertentu padanya. Makin bertambah usia si sulung, ia makin mantap bertindak
sebagai pelindung dan guru dari adik-adiknya. Tanggung jawab serta peran yang
demikian dengan sendirinya akan melambungkan rasa harga dirinya.
Dalam kebanyakan keluarga,
harapan memang digantungkan pada anak sulung, mereka harus menjadi teladan dan
perintis jalan bagi adik- adiknya. Merekalah yang pertama kali masuk sekolah,
belajar bersepeda dan membantu adik-adiknya menyeberangi jalan, dan seterusnya.
Peran anak sulung yang mengharuskan mereka berdikari dan
keras kemauan, tentunya memiliki sisi lain yang kelabu.
Misalnya, adik-adik memang
hidupnya lebih mudah, ditinjau dan segi tuntutan orang tua dan tanggung jawab
yang diminta dari si anak. Mereka telah terbiasa hidup di antara saudara dan
tentu saja terbiasa bersaing. Namun, si sulung baru akan hidup bersaudara dan
bersaing ini melalui perjuangan yang menyakitkan. Lagi pula si_su]ung^adalah
kelinci percobaan” orang tua. Dan umumnya orang tua lebih santai dan spontan
terhadap anak kedua, karena mereka sudah lebih berpengalaman, dan telah
mengetahui kelemahannya sebagai pendidik. Di samping itu, telah tumbuh
pengertian bahwa tak berguna untuk menuntut terlampau banyak dari anak.
Tentu seorang adik tidak akan
dapat menyamai si sulung, namun paling tidak ia akan berusaha mengejar sang
kakak yang serba lebih itu. Misalnya ketika si sulung berusia 4 tahun, ia pasti
menonjol dibandingkan adik yang berumur 2 tahun. Akan tetapi, waktu adik
berusia 6 tahun, ia sudah tidak begitu ketinggalan dari kakaknya yang kini
berumur 8 tahun. Keunggulan yang semakin berkurang ini bisa menyebabkan si
sulung merasa ragu-ragu akan kemampuannya. Untuk merebut kembali "mahkota
yang hilang", ia tidak mustahil jadi bersikap suka mengatur dan sokjagoan.
Suatu contoh yang menarik dari
gejala ini adalah penyelidikan yang dilakukan Lindt, seorang
psikolog Belanda terhadap dua orang kakak beradik Lindt meminta si sulung dan adiknya bersama-sama membuat rumah-rumahan dari logo.
Pengalaman anak dalam permainan ini seimbang.
Percobaan pertama dilakukan sewaktu si sulung sudah
pandai membaca dan menulis, sedangkan adiknya baru saja masuk sekolah. Perco- baan kedua dilakuan 4 bulan kemudian, waktu si adik sudah menguasai dasar-dasar membaca.
Pada percobaan kedua ini ternyata si sulung
memperlihatkan sikap ingin menguasai dan mengatur adiknya jauh melebihi
sikapnya 4 bulan yang lalu. Ia memberikan perintah dan petunjuk serta sering
memperbaiki hasil karya si adik. Ia juga tidak sabar melihat
kesalahan-kesalahan yang dilakukan adiknya.
Karena ia merupakan _anak tertua di rumah, maka ia
dituntut untuk mampu melakukan segala sesuatu yang lebih baik daripada
adik-adiknya. Baginya, ini merupakan tanggung jawab yang besar sekali, terutama
bila ia sendiri berada dalam masa suka melanggar peraturan, masa yang dialami
oleh setiap anak dalam perkembangannya.
Di samping itu, sebagai anak tertua ia lebih cepat
dianggap nakal dibandingkan dengan adik-adiknya, sebab ia diharapkan harus
lebih tahu dan lebih mengerti daripada adiknya. Dengan kenyataan itu dapat
diambil kesimpulan bahwa anak tertua memiliki lebih sedikit kesempatan untuk
menikmati masa kanak-kanaknya dibanding anak-anak lain, karena dalam usia yang
muda ia sering diserahi tanggung jawab untuk membantu mengurus adik-adiknya.
Kalau dalam keluarga terjadi persoalan-persoalan atau
pertengkar- anfanak sulunglahjyang selalu diminta sebagai penengah. Apakah ia
mampu menyelesaikan segala persoalan itu barangkali tidak pernah dipersoalkan.
Namun, paling tidak ialah yang diharapkan untuk menjadi orang pertama yang
menanganinya. Sebaliknya, sebagai anak tertua di rumah, tidak^elalu mudah
baginya untuk menemukan orang lain yang bisa dijadikan sebagai tempat
mencurahkan segala isi hati. Sehingga tak jarang ia memperoleh julukan sebagai
orang yang mampu menyelesaikan masalah orang lain, tapi bagi kesulitannya
sendiri ia tidak tahu harus berbuat apa. Biasanya segala persoalannya akan
dipendamnya sendiri.
Peran, kondisi serta situasi yang menjadi status anak
sulung, berjalan terus dari waktu ke waktu. Pada masa itulah pengenalan dan
pendalaman pengetahuannya berkembang mengikuti usia dewasa dengan peristiwa-
peristiwa baru. Misalnya karena kelahiran adik baru, kemauan berpikir tentang
keberadaan, tanggung jawab serta kepercayaan yang diberikan orang tuanya
semakin dipertinggi kadar dan kualitasnya, membuat dia semakin menemukan
kepercayaan diri.
Berbagai faktor tersebut sekaligus menjadi pengikat diri
anak sulung untuk tetap sadar jika dirinya perlu saling bergantungan dengan
individu lain. Namun demikian, kita jangan lupa, bukan suatu hal yang tidak
mungkin bila arahan positif yang diterima anak sulung bisa berbalik menjadi
negatif. Misalnya bila ia sadar bahwa dirinya dipandang dan dibutuhkan, hal ini
tidak jarang membuat anak sulung menjadi besar kepala dan tinggi hati. Untuk
mencegah atau menghindari kemungkinan seperti itu, yang dia butuhkan adalah
adanya suatu proses penalaran individu yang bertahap pada lingkungannya
sendiri. Sehingga apa-apa yang dia peroleh berjalan dan berfungsi sebagaimana
mestinya.
Jika anak sulung sudah bertambah besar, di samping orang
tua mungkin bersikap terlalu sayang, melindungi, terlalu perfek, mungkin juga
terlalu membebani anak dengan tanggung jawab yang berlebihan.
Kadang-kadang orang tua mengharapkan anak menerima
tanggung jawab melebihi kesediaan psikis untuk melaksanakannya. Kesanggupan
teknis untuk suatu tugas tertentu belum berarti kesediaan anak, siapnya anak,
menerima tanggung jawab untuk melaksanakannya.
Arti perasaan tanggung jawab di sini adalah kemampuan
untuk menyingkirkan berbagai godaan, gangguan-gangguan dan menyadari keuntungan
dari pelaksanaan tugas yang memuaskan.
Suatu anggapan umum yang kurang benar adalah bahwa anak
sulung tentu membawa beban berat di antara saudara-saudaranya. Pendapat semacam
ini timbul dikarenakan secara logika anak sulung ini nantinya akan mengganti
kedudukan orang tua, bila mereka sudah tidak ada.
Kepadanyalah orang tua menyerahkan tanggung jawabnya
untuk kehidupan, keselamatan dan kebahagiaan saudara-saudaranya. Penyerahan
tanggung jawab ini sudah mulai dilatih oleh orang tua kepadanya sejak kecil.
Yaitu ia harus mengasuh adik-adiknya, memandikan, menjaganya bermain dan
seterusnya.
Dalam banyak hal, ia harus bisa berbuat seperti apa yang
diperbuat orang tuanya kepadanya. Tiap kekeliruan perbuatan adik-adiknya, anak
sulung inilah yang ditegur bahkan yang harus menerima hukumannya.
Anak sulung biasanya menjadi seorang yang percaya pada
kekuasaan dan taat pada hukum, demikian menurut Adler. Ia cenderung
bersikap kolot dan tidak suka pada perubahan. Dalam menyatakan
ketidaksetujuannya, ia cenderung menampilkannya dalam sikap ’sok’.
Namun demikian, harus pula
diingat bahwa semua sifat-sifat yang disebut sebagai ciri-ciri khas di atas
baru merupakan kemungkinan. Dalam hal ini sebenarnya yang lebih berperan _adalah_sifat .pribadi masing-masing. Jadi,
tidak benar bila dikatakan bahwa anak sulung pasti anak yang sok mau menjadi
pemimpin, kolot dan sebagainya. Kedudukan psikologis seorang anak sebenarnya
ditentukan oleh bagaimana ia memandang dirinya sendiri di dalam keluarga,
bagaimana ia menyadari peranannya. Setiap peran akan
menentukan tingkah laku yang bagaimana yang diharapkan darinya. Dan bagaimana
si anak menjalankan perannya dan seberapa puas ia dengan peran tersebut
sebenarnya yang paling mempengaruhi hubungan antara urutan kelahiran dan sifat-sifatnya
pada masa dewasa kelak.
0 komentar:
Posting Komentar