Nama Eka Wardhana sudah tidak asing lagi bagi
pencinta buku, terutama buku cerita anak anak. Di bawah bendera rumah pensil Eka
Wardhana, ia ingin menumbuhkembangkan anak anak indonesia yang lebih kreatif.
Akibat tugas tugas sekolah yang menumpuk,
disinyalir kreativitas anak anak semakin berkurang. Sehingga bermunculanlah
orang orang cerdas, tapi tidak kreatif. Walau kemudian bermunculan sanggar
kreativitas, seperti kursus menggambar dan sebagainya, ternyata juga tidak
memancing kreativitas anak. Bagaimana tidak, kebanyakan kursus semacam ini
mengarahkan anak untuk menggambar dan mewarnai, termasuk gradasinya dengan
teknik yang seragam. Hampir hampir tidak bisa dibedakan gambar anak yang satu
dengan lainnya karena keseragaman itu.
Kondisi inilah yang mendorong Eka wardhana dan
istrinya Ria Mulianti untuk mendirikan suatu lembaga kreatifitas yang disebut
Rumah Pensil Eka Wardhana, yang berlokasi di jalan soEkarno hatta bandung.
Suasana yang menyenangkan
Pertengahan tahun 2003 , Eka dan Ria memutuskan
membuat sebuah kursus yang asik bagi keluarga, dinamakan Rumah Pensil, menurut Eka,
pria kelahiran jakarta 37 tahun silam ini, karena segmentasi yang ingin
dijangkau dari tempat kursus ini adalah keluarga mulai dari anak, ibu-ibu,
bahkan sampai nenek-nenek nya. Rumah ini juga mengesankan kehangatan. Sedangkan
pensil sendiri adalah alat kreativitas pertama yang mudah ditemui. Mudah
didapat dan tidak mahal.
Awalnya mereka menjalankan rumah pensil Eka
Wardhana dari nol. Semula Eka hanya ikut membantu sang istri, walau tak total
karena waktu itu dia masih bekerja di sebuah penerbitan di bandung Namun karena kegiatan di tempat kursus ini
semakin berkembang, Eka pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan fokus
untuk mengembangkan usaha ini.
Apa yang bisa didapatkan di rumah pensil Eka Wardhana?
Yang pasti anak anak bisa menikmati kegiatan
menggambar di berbagai media seperti kaos kaleng talenan dan media unik lain.
Ada pelatihan mendongeng untuk guru guru dan
para orang tua, membuat kerajinan seperti penjepit buku atau celengan dan
membuat komik gaya jepang.
Ada pula kursus melukis, namun disini bukan
diajarkan teknik teknik melukis yang khusus, tapi lebih pada merespon dan
merawat semangat anak anak, teknik nya pun menyenangkan buat anak anak seperti mencampur
crayon dengan cat air. Suasananya pun menyenangkan karena kakak pengajarnya
akan mendongeng terlebih dulu sebelum melakukan aktivitas. Tujuannya selain
membuat suasana cair, imajinasi anak anak pun akan terangkat, yang tadinya di
rumah lagi bete atau pulang sekolah lagi bete, dia segar lagi, baru kemudian
menggambar.
Biayanya terbilang relatif murah, kata Eka .
untuk kelas menggambar memang biayanya lebih besar sebab media yang diperlukan
juga banyak.
Anak anak pun tidak harus membawa apa apa saat
kursus semua sudah disediakan rumah pensil. Para pengajar juga bisa dipanggil
ke rumah, asalkan minimal ada 5
anak yang ikut kursus.
Bila peserta kursus datang ke rumah pensil yang
dibuka setiap kamis dan sabtu, cukup membayar 150 ribu rupiah per orang untuk
empat kali kedatangan. Untuk datang kerumah tentu sedikit lebih mahal, karena
ada biaya transport. Sementara untuk panggilan ke sekolah sekolah, biayanya
bisa lebih rendah lagi.
Bagi anak anak yang tidak mampu juga
berkesempatan ikut kursus, hanya saja media yang dipakai lebih sederhana, misalnya
hanya menggunakan kertas, spatula diganti menjadi stik atau media talenan
diganti menjadi batu.
Berbeda dengan sangkar kreativitas lainnya,
rumah pensil tidak menargetkan siswa dan hasil karyanya supaya menang lomba. Cara
yang ditempuh Eka untuk memotivasi siswa nya adalah dengan mengadakan pameran
di tempat umum, seperti di mall.
Anak anak didiknya cukup senang hasil karyanya
dipamerkan dan dipajang serta dilihat orang lain. Sampai saat ini rumah pensil
sendiri sudah mengadakan pameran sebanyak tiga kali. Hasil karya anak anak ini
tampak asli dan tanpa teknik teknik gambar orang dewasa yang dipaksakan
sehingga anak menjadi diri sendiri bukan orang lain karena gradasi tidak didiktEkan
kepada anak didik.
Sumber: Majalah Ummi edisi 12 tahun 2005
0 komentar:
Posting Komentar